dalam Syarahnya Kasyifatus Saja Syaikh Abu 'Abdul Mu'thi Muhammad Nawawi Al-Bantani bin Umar Al-Jawi menjelaskan Kata بال berarti kemuliaan, keagungan, keadaan, yang dinilai penting oleh Syariat. Sedangkan pengertian “dinilai penting oleh Syariat” adalah perkara yang dianjurkan atau diperbolehkan oleh syariat, sekiranya perkara itu tidak diharamkan karena dzatnya dan tidak dimakruhkan karena dzatnya. Oleh karena itu, basmalah tidak dianjurkan dalam perkara- perkara yang remeh atau hina, seperti menyapu kotoran hewan, dan tidak dianjurkan dalam dzikir yang murni (mahdoh), seperti dzikir Laa Ilaha Illa Allah.
Poin terpenting dari penjelasan beliau adalah bahwa anjuran memulai dengan basmalah ini memiliki pengecualian. Basmalah justru tidak dianjurkan untuk dua kondisi:
Perkara yang dianggap remeh atau hina (misalnya, menyapu kotoran).
Zikir yang sifatnya murni (dzikir mahdlah), seperti ucapan tahlil "Laa Ilaha Illa Allah".
___
Untuk memperluas pemahaman dan wawasan, guru saya dari Pondok Pesantren Pagelaran III, Pangersa Ama Ziyad menjelaskan hal yang serupa dengan penjelasan yang lebih detail dari apa yang saya pahami. Berikut penjelasannya:
Ketika mengawali pembicaraan, baik ceramah atau yang lainnya. Di masyarakat ada 2 praktik yang berbeda. Pertama ada yang memulainya dengan basmallah dilanjutkan dengan salam. Kedua ada pula yang langsung memulainya dengan salam tanpa didahului dengan basmallah (seperti yang biasa saya praktikan).
lalu dari keduanya praktik manakah yang sesuai tuntunan agama?
Tulisan ini dibuat bukan untuk menyalahkan atau membenarkan pendapat tertentu. Melainkan ini hanya sebagai upaya untuk membuka wawasan ilmiah kita untuk menumbuhkan semangat dalam mengkaji ilmu sebagai bukti kepedulian kita terhadap syiar agama.
Selama ini kita asyik dengan cerita-cerita atau humor-humor tentang agama yang tentunya itu pun bermanfaat terutama bagi orang awam. Namun kita tidak boleh merasa puas hanya sampai disitu, kita harus terus meningkatkan dan memperluas pengetahuan serta wawasan kita.
Praktik yang pertama mengamalkan keumuman hadits berikut :
كل امر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو أقطع
"Setiap perkara penting (perbuatan mulia yang tidak bertentangan dengan syariat) yang tidak diawali dengan Bismillahirrahmanirrahim, maka dia akan terputus". (HR. Ibnu Hibban, Ahmad dan lainnya dengan sedikit perbedaan redaksi). Menurut Imam Ibn Ash-Shalah hadits tersebut berstatus hasan.
Setidaknya ada 2 pendapat yang dilakukan kelompok pertama, diantaranya :
Menetapkan ceramah dan semisalnya sebagai perbuatan mulia yang dianjurkan untuk dimulai dengan basmalah.
Mengkategorikan salam sebagai bagian integral dari ceramah atau yang semisalnya tersebut.
Dengan demikian, yang dimaksud امر ذي بال dalam konteks ceramah dan semisalnya, itu adalah rangkaian utuh yang diawali dengan salam, yang mana salam itu menjadi awal pembuka ceramah dan merupakan bagian (integral) dari ceramah tersebut yang termasuk kategori perbuatan mulia, sehingga dianjurkan untuk dimulai dengan basmallah.
integral/in·teg·ral/ a 1 mengenai keseluruhannya; meliputi seluruh bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap; utuh; bulat; sempurna
Menurut pendapat yang pertama ini tidak ada kontradiksi antara hadits terdahulu dengan hadits yang menjelaskan bahwa salam itu menjadi awal pembicaraan, karena dua hadits tersebut bisa dikomparasikan dalam konteks masing-masing (thariqah al-jami') yaitu :
Hadits yang pertama secara dalalah menunjukkan permulaan yang tidak didahului sesuatu apapun (ibtida haqiqi) dalam hal ini sebelum rangkaian pembicaraan.
Hadits kedua menunjukkan ibtida majazi, yaitu jadi permulaan dalam rangkain pembicaraan
Adapun praktek yang kedua menggunakan pendekatan takhshish atau pembatasan jangkauan makna dan hukum, yang mana hadits tersebut ke-umumannya dibatasi hadits-hadits lain yang secara dzhahir kontradiktif, sehingga anjuran membaca basmalah diawal itu memiliki pengecualian sebagainaa dijelaskan Imam Al-Bajuri dalam Hasyiyah Al-Bajuri 'ala Fath Al-Qarib juz 1 :
ويشترط ان لايكون ذلك الامر ذكرا محضا بان لم يكن ذكرا أصلا أو كان ذكرا غير محض كالقرآن فتسن التسمية فيه بخلاف الذكر المحض كلا إله إلا الله. وان لا يجعل له الشارع مبدأ غير البسملة والحمدلة كالصلاة فإنه جعل لها مبدأ غير البسملة والحمدلة و التكبير.
Dari ulasan Imam Al-Bajuri tersebut diketahui ada dua pengecualian mengenai dianjurkannya membaca basmalah sebelum melakukan perbuatan mulia, yang dimaksud diantaranya :
Zikir murni seperti لا إله إلا الله
Perbuatan yang telah ditetapkan permulaan khusus baginya oleh syari'at seperti shalat yang mana takbir dijadikan permulaanya.
Pada dua hal tersebut tidak dianjurkan memulainya dengan basmalah.
Menurut pendapat kedua, ceramah serta pembicaraan lain secara umum termasuk kategori kedua yaitu perkara yang telah ditetapkan permulaan khusus baginya oleh syariat, yaitu dengan mengucapkan salam. Sehingga tidak termasuk perbuatan yang dianjurkan dimulai dengan basmallah.
Selain itu juga ada yang beralasan bahwa salam itu termasuk zikir murni (Mahdhah) yang mana tidak disunnahkan memulainya dengan basmalah sebagaimana uraian Imam Al-Bajuri tadi. Yang dimaksud zikir murni disini adalah lafadz zikir yang sejak awal memang berupa zikir, sedangkan zikir yang ghair mahdhah (tidak murni) adalah lafazh yang digunakan sebagai zikir yang sebenarnya asalnya bukan berupa zikir seperti bacaan A-Quran.
Lalu wajibkan menjawab salam yang didahului basmalah? (Ketika terpenuhi syarath-syarath wajibnya menjawab salam)
Menurut pendapat pertama "ya" karena tidak ada sebab yang menggugurkan kewajiban tersebut. Menurut pendapat kedua "tidak" karena kewajiban tersebut gugur dengan adanya ucapan yang mendahului salam yaitu basmallah.
Pangkal perbedaan kedua pendapat ini adalah "apakah basmalah termasuk ucapan yang menggugurkan anjuran pembicaraan dengan salam atau tidak", menurut pendapat pertama "tidak", menurut pendapat kedua "ya". Sehingga menurut pendapat pertama salam yang didahului basmalah tetap wajib dijawab, sedangkan menurut pendapat kedua tidak wajib dijawab karena telah didahului ucapan sebelumnya (basmalah)
Namun perlu jadi catatan, bahwa masalah ini termasuk masalah ijtihadiyyah karena setelah adanya perbedaan pendapat mengenai status hadits-hadits dalam masalah tersebut juga secara dalalah (penunjukkan makna) sangat berpotensi menimbulkan multi interpretasi karena tidak ada dalalah yang gamblang dan jelas menunjukkan pada hal yang spesifik.
Sangaatlah wajar ketika terjadi perbedaan kesimpulan yang berdampak pada perbedaan praktik dan kebiasaan. Yang terpenting adalah kita harus terus memperluas wawasan kita dan menumbuhkan sikap saling menghargai, apalagi dari kedua praktik tersebut tidak ada yang sampai menunjukkan hukum haram.
_________
(فَصْلٌ) السُّنَّةُأَنَّ الْمُسْلِمَ يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ قَبْلَ كُلِّ كَلاَمٍ ِلأَنَّهُ تَحِيَّةٌ يَبْدَأُ بِهِ فَيَفُوْتُ بِاْلإِفْتِتَاحِ بِالْكَلاَمِ كَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ.
(Pasal) Merupakan sunnah bagi seorang Muslim untuk memulai dengan salam sebelum berbicara (kalam) apapun. Hal ini karena salam adalah sebuah penghormatan (tahiyyah) yang memang seharusnya diucapkan pertama kali. Kesempatan (untuk mengucapkannya) akan hilang jika sudah dimulai dengan pembicaraan lain, seperti halnya shalat tahiyyatul masjid (shalat penghormatan masjid). - Al-Adzkar An-Nawawi I/168.
ومنها أن يبدأ كل مسلم منهم بالسلام قبل الكلام ويصافحه عند السلام. قال النبى: مَنْ بَدَأَ بِالْكَلاَمِ قَبْلَ السَّلاَمِ فَلاَ تُجِيْبُوْهُ حَتَّى يَبْدَأَ بِالسَّلاَمِ. اهـ
Imam Al-Ghazali menyatakan: "Dan sebagian dari (hak/kewajiban seorang muslim atas yang lain) adalah bahwa setiap muslim memulai dengan salam sebelum berbicara, dan berjabat tangan ketika mengucapkan salam. Nabi ﷺ bersabda, 'Barangsiapa memulai pembicaraan sebelum mengucapkan salam, maka janganlah kalian jawab sampai ia memulai dengan salam". - Ihya' Ulumuddin II/202 Darul Ma'rifat Beirut -
Kata "jangan jawab" dalam hadis ini tidak dipahami sebagai larangan yang bersifat haram (tahrim). Melainkan, ia dipahami sebagai: Pendidikan (Ta'dib): Larangan ini bertujuan untuk mendidik dan memberi pelajaran kepada si pengucap agar di kemudian hari ia tidak mengulanginya. Menunjukkan Tidak Wajib: Maksudnya adalah "tidak berdosa jika tidak menjawabnya" atau "kewajiban menjawabnya menjadi gugur". Namun, ini tidak berarti menjawabnya menjadi haram. Justru menjawabnya tetap lebih baik untuk menjaga hubungan dan membalas doa.
Wallahu a'lam...