Apakah Rezeki Selalu Berupa Sesuatu Yang Halal?
Apakah Rezeki Selalu Berupa Sesuatu Yang Halal?
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُوْنَ ٨٨
Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu beriman.
Pertama-tama kita bertanya: “Apa itu rezeki? Rezeki adalah apa yang dimanfaatkan. Maka, yang kamu makan adalah rezeki, yang kamu minum adalah rezeki, yang kamu pakai adalah rezeki, yang kamu gunakan untuk belajar adalah rezeki, dan sifat-sifat pembawaan (akhlak) seperti kesabaran, keberanian, dan lainnya adalah rezeki, dan setiap hal yang bisa dimanfaatkan disebut sebagai rezeki.
Allah berfirman: “Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik”, maka hal ini tertuju pada apa yang dimakan oleh manusia. Allah mengatakan demikian, maksudnya adalah agar manusia makan dari rezeki yang halal dan baik. Kalau begitu, ada rezeki yang haram. Contohnya adalah pencuri yang mencuri sesuatu lalu memanfaatkannya; ini adalah rezeki yang datang kepadanya melalui jalan yang haram. "Padahal jika ia bersabar, niscaya suapan itu akan datang ke mulutnya karena itu memang rezekinya”, (melalui jalan yang halal dan baik).
Ataukah rezeki itu hanya apa yang Allah halalkan? Di sinilah para ulama berbeda pendapat dan sebagian bertanya: Apakah rezeki itu hanya yang halal saja dan sisanya bukan rezeki? dan sebagian yang lain bertanya: Apakah rezeki itu adalah apa yang dimanfaatkan, yang mana sebagiannya ada yang halal dan sebagiannya ada yang haram?
Satu pendapat menyatakan bahwa rezeki hanyalah yang halal.
Pendapat lain (yang dijelaskan dalam teks) menyatakan bahwa rezeki adalah segala sesuatu yang sampai ke perut seseorang dan dimanfaatkan, baik melalui cara yang halal maupun haram. Allah adalah pemberi rezeki secara mutlak, namun manusia memiliki pilihan cara untuk mendapatkannya. Jika seseorang mencuri makanan dan memakannya, makanan itu adalah rezekinya, tetapi ia akan dimintai pertanggungjawaban karena mendapatkannya dengan cara yang haram.
Allah berfirman; “Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik”.
"Makanlah apa yang direzekikan kepadamu” ini adalah satu gaya bahasa (uslub), dan “dari apa yang Allah rezekikan kepadamu” ini adalah gaya bahasa yang lain.
Sebuah analogi yang dicontohkan pada paragraf terakhir:
Gandum: Allah menciptakan gandum, tetapi gandum itu tidak bisa langsung dimakan. Manusia harus mengolahnya terlebih dahulu (memanen, menggiling, membuat adonan) agar menjadi roti yang layak makan. Artinya, Allah menyediakan bahan dasar rezeki, dan manusia harus "mengolahnya" dengan cara yang benar (halal) agar layak dikonsumsi.
"(Dia (Allah) adalah Ar-Razzāq (Maha Pemberi Rezeki), dan rezeki adalah apa saja yang dapat dimanfaatkan, meskipun haram). Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Ar-Razzāq, maka tidak ada pemberi rezeki selain-Nya. Allah berfirman 'Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki'. Dan rezeki, yakni sesuatu yang direzekikan, adalah apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk nutrisi (makanan) dan lainnya, sekalipun itu haram.
Pengarang (Imam al-Laqqani) berkata dalam Matan Jauharatut Tauhid: 'Dan rezeki menurut kaum kami (Asy'ariyah) adalah apa saja yang dapat dimanfaatkan. Dan dikatakan (pendapat lain): dan dikatakan juga rezeki adalah apa yang dimiliki dan yang dihalalkan.
Dari dua pendapat itu maka dapat diketahui, Allah memberikan rezeki yang halal, dan Dia juga memberikan rezeki yang makruh dan yang diharamkan.
Poin penegasan yang dapat kita pahami:
poin utama mengenai konsep rezeki:
Allah adalah Satu-satunya Pemberi Rezeki Ini adalah penegasan tauhid, bahwa secara hakikat, tidak ada yang dapat memberi rezeki kecuali Allah SWT. Manusia atau makhluk lain hanyalah perantara.
Definisi Rezeki Mencakup yang Halal dan Haram Ini adalah poin teologis yang penting dalam mazhab Asy'ariyah.
Rezeki didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan oleh makhluk hidup, baik untuk makan, minum, pakaian, atau kebutuhan lainnya.
Berdasarkan definisi ini, apapun yang sampai ke tubuh makhluk dan menjadi manfaat baginya adalah rezeki dari Allah, terlepas dari cara memperolehnya.
Contoh: Makanan yang didapat dari hasil mencuri, ketika dimakan oleh pencuri tersebut, secara akidah Asy'ariyah makanan itu tetap dianggap rezekinya yang Allah takdirkan. Namun, cara mencurinya adalah perbuatan maksiat yang akan dipertanggungjawabkan dan mendatangkan dosa.
Referensi:
Tafsir Asysya’rowi Surat Al-Maidah:88
Kitab Al-Ashl al-Jāmi' li Īḍāḥ ad-Durar al-Manẓūmah fī Silk Jam' al-Jawām 3/110 - Mathba'ah An-Nahdhah, Tunisia