Manusia dan Segala Keinginannya.
Anas Azhar Nasim, 07 Mei 2025
Kita (manusia) selalu mempunyai berbagai macam urusan dan permasalahan yang tiada henti-hentinya. Dalam urusan-urusan yang tidak menyenangkan (sulit), kita (manusia) selalu berharap dapat dimudahkan untuk menyelesaikan urusan tersebut. Berbagai macam cara dapat kita lakukan agar urusan ini selesai dan bermuara pada hasil yang kita inginkan. Namun, tidak semua kita (manusia) mengetahui cara yang tepat agar urusan ini selesai dan bermuara pada hasil yang diinginkan.
Saya dan segala keinginannya, senantiasa dibarengi oleh urusan dan permasalahan yang lain. Yang dapat dilakukan hanya terus berusaha sebaik mungkin dan berdoa sesering mungkin. Adapun urusan hasil, biar Allah yang menentukan. Berbagai macam cara ditempuh; dengan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan harta. Di antara yang paling harus dikuatkan dalam menghadapi urusan-urusan yang tidak menyenangkan adalah mental dan perasaan (hati). Bagaimana menjaga agar waktu, tenaga, dan pikiran siap untuk menghadapi urusan ini, begitu pun dengan hati yang harus selalu siap untuk tetap ikhlas atas apa pun yang akan terjadi.
Kita pernah mempunyai urusan-urusan sulit dan mampu untuk menyelesaikannya, saat ini kita kembali mempunyai urusan-urusan seperti itu. Ini artinya, kita dapat menyelesaikan urusan tersebut dan kita akan menghadapi urusan-urusan sulit yang lainnya. Kita tidak pernah tahu urusan apa lagi yang akan dijumpai, sesulit apa kita harus menyelesaikannya. Maka penting sekali untuk senantiasa melangit-kan doa di samping membumikan usaha. Kepada Dzat yang mengatur segala urusan, meminta untuk dikuatkan dan dimudahkan untuk segala urusan yang sudah, sedang, dan akan terjadi.
Sebagian orang mengatakan “usaha tidak akan pernah menghianati hasil”, tapi bagaimana dengan “kita yang kadang menghianati hasil”?. Kenyataannya, justru kita yang kadang menghianati hasil dengan rasa tidak puas, tidak percaya diri, bahkan menolak sesuatu yang datang dengan bentuk yang berbeda dari harapan, merasa seolah-olah tidak pantas mendapatkan hasil yang sedemikian rupa.
Pernahkah kita merasa tidak pantas dengan hasil yang kita perolehi? Pernahkah kita kecewa, bukan karena gagal berjuang, tapi karena hasilnya tak seindah yang kita kira?
Di balik keyakinan bahwa hasil sejatinya beriringan dengan usaha, sering kali kita justru mempersulit diri sendiri. Kita memahami bahwa kerja keras, waktu, dan pikiran yang telah kita curahkan akan menuntun pada buah yang pantas kita tuai, tetapi hati berontak ketika kenyataan tak sepenuhnya sesuai harapan. Inilah paradoks: di satu sisi kita menegaskan “usaha tidak akan pernah menghianati hasil”, di sisi lain kita sendiri yang sering menghianati prinsip itu karena menolak, marah, atau kecewa pada hasil yang ada.
Mungkin, kita terlalu fokus pada hasil. Terlalu terobsesi pada garis akhir, sampai lupa menghargai setiap langkah yang kita ambil. Kita lupa bahwa hidup adalah tentang ikhtiar yang jujur, kesabaran yang tulus, dan Tawakkal yang utuh.
Jika hari ini belum sesuai rencana, bukan berarti kita gagal. Bisa jadi Allah sedang menyiapkan diri kita, bukan hanya untuk mendapat yang kita inginkan, tapi untuk menjadi pribadi yang pantas mendapatkannya. Hidup ini bukan tentang cepat-cepat-an sampai, tapi tentang proses menjadi.
Apa yang salah pada diri kita?
Mungkin bukan salah. Mungkin hanya waktunya belum tiba. Mungkin hanya karena kita perlu belajar lebih sabar, lebih ikhlas, lebih pasrah tanpa menyerah.
Hidup tak pernah selesai dengan satu urusan. Akan selalu ada yang baru, yang menantang, yang melelahkan. Tapi juga akan selalu ada kesempatan untuk belajar lebih kuat, lebih ikhlas, lebih berserah. Karena pada akhirnya, bukan soal berhasil atau tidak. Tapi apakah kita telah tumbuh menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih bijak, dan lebih bersyukur.