Diuji, Tapi Tak Ditinggalkan

Anas Azhar Nasim, 6 Juli 2025


Kita semua berdiri di tepian samudra kehidupan yang luas, menatap cakrawala yang tak selalu cerah. Kita tidak pernah tahu kapan badai akan datang, kesulitan seperti apa yang akan menerpa, dan seberapa besar gelombang kekhawatiran yang akan menguji kapal kita. Di tengah ketidakpastian inilah, sebuah pergulatan batin yang paling manusiawi sering kali terjadi.

Di satu sisi, ada suara iman yang berbisik lembut, menggemakan janji suci dari Tuhan: "Aku tidak akan membebani seorang hamba di luar batas kesanggupannya". Janji ini adalah pelita di tengah kegelapan, sebuah sumber kekuatan yang seharusnya menenangkan jiwa. Namun, di sisi lain, ada realitas perasaan yang bergemuruh rasa pesimis, keraguan pada diri sendiri, dan ketakutan bahwa kali ini, beban itu terasa terlalu berat untuk dipikul.

Inilah paradoks iman yang kita hadapi. Secara intelektual, kita percaya. Namun secara emosional, kita sering kali merasa kalah bahkan sebelum berperang.

Dalam kondisi terombang-ambing oleh kekhawatiran, naluri pertama kita mungkin adalah mencari pegangan. Di sinilah pentingnya "membumikan usaha". Ini adalah tindakan sadar untuk tidak sekadar pasrah, melainkan menjadi aktif dalam penyelesaian masalah kita sendiri. Usaha atau ikhtiar adalah jangkar kita di dunia nyata. Mulai mengurai benang kusut itu. Apa sebenarnya yang kita khawatirkan? Apa langkah terkecil yang bisa kita ambil saat ini juga?

Bahkan, tidak jarang kita membantu meringankan kesulitan orang lain dengan harapan Tuhan akan meringankan kesulitan kita. Tindakan ini bukan sekadar transaksi spiritual mengharap balasan ilahi, melainkan sebuah proses yang memberi kita perspektif, menumbuhkan rasa berdaya, dan mengingatkan kita bahwa kita tidak berjuang sendirian.

Namun, sekuat apa pun usaha kita, akan ada titik di mana kita menyadari keterbatasan diri. Tembok terasa terlalu tinggi, samudra terlalu dalam, dan tenaga kita terasa habis. Pada titik inilah, manusia secara fitrah akan menengadah, mencari kekuatan yang melampaui dirinya.

Dari sinilah selain membumikan usaha, kita perlu “melangitkan doa”.

Pada akhirnya, usaha dan doa bukanlah dua pilihan yang terpisah, melainkan dua sayap dari seekor burung yang sama. Keduanya harus mengepak secara harmonis agar kita dapat terbang tinggi melampaui badai. Usaha tanpa doa dapat berujung pada kesombongan, sebaliknya doa tanpa usaha adalah bohong alias tidak akan mengantarkan kita pada apa yang diminta.

kita tidak perlu memilih antara berjuang atau berserah. Kita dapat melakukan keduanya.

Agama juga mengajarkan kita untuk berusaha keras sekaligus berdoa. Al-Quran menegaskan bahwa manusia hanya mendapatkan apa yang diusahakannya, misalnya firman Allah: “Seorang manusia tidak memperoleh (apa-apa) kecuali apa yang telah diusahakannya…”. Dengan kata lain, kita didorong untuk bekerja sungguh-sungguh menyelesaikan masalah. Namun Agama mengajarkan pula bahwa ketika kita berdoa kepada Tuhan, doapun akan dijawab-Nya. Misalnya dalam Surah Ghafir 40:60 disebutkan, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan)…”

Allah adalah Zat Yang Maha Mendengar dan Mengetahui terhadap apa yang ada di dalam hati hamba-Nya. Namun demikian, Allah tetap menyeru agar setiap orang menyampaikan doa serta keluh-kesahnya kepada-Nya. Allah pun setia mendengar dan mengabulkan permohonan hamba-Nya. 

Sebagai orang beriman, berdoa adalah cara kita memohon kepada Allah atas apa yang kita harapkan. Selain itu, berdoa juga menunjukkan bahwa kita adalah hamba yang selalu butuh dan fakir di hadapan Allah.

Isyarat memperbanya berdoa Allah Ta’ala sampaikan langsung melalui firmanNya,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Berdoa jangan hanya ketika menghadapi kesulitan, karena tadi kita tidak pernah tahu kapan badai akan datang, kesulitan seperti apa yang akan menerpa, dan seberapa besar gelombang kekhawatiran yang akan menguji kapal kita.

Mari bersama-sama senantiasa berdoa untuk kemudahan saat ini dan kemudahan sesuatu yang belum kita hadapi sekali pun.