Jangan pernah berhenti berbuat baik, bagaimanapun tanggapan orang lain!

Anas Azhar Nasim, 12 Agustus 2023 | direvisi pada 9 Maret 2024


Ketika kita menyampaikan kebaikan kita akan dihadapkan dengan dua orang. Orang baik akan menganggap ini sebuah diskusi ilmu yang memberinya manfaat, menerimanya dengan lapang dada, dan menghargai manfaat yang diperolehnya. Sebaliknya, orang tidak baik akan menganggap ini sebuah ancaman, dirinya merasa terancam dengan apa yang disampaikan, bukan karena kebaikannya itu sendiri, tetapi karena siapa yang menyampaikannya. Mereka mungkin sadar bahwa apa yang disampaikan benar dan bermanfaat, tetapi ego dan prasangka menghalangi mereka untuk menerima pesan tersebut sepenuhnya.

Dalam konteks ini saya diingatkan dengan apa yang telah disampaikan oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah, dan suami dari sayyidatuna Fatimah, yang mengatakan "lihatlah yang dikatakan bukan siapa yang mengatakan"

Kalimat ini mengajak kita untuk fokus pada topik atau substansi pembicaraan (maa qiila), bukan pada komunikator atau yang sedang berbicara (man qoola). Hal ini tidak berarti bahwa kita mengabaikan atau meremehkan orang yang berbicara, tetapi lebih kepada memberikan penghargaan terhadap kebenaran itu sendiri, terlepas dari siapa yang mengatakannya.

Sering kali, kita cenderung mendengarkan dan menerima nasihat hanya dari orang yang kita kagumi atau hormati, seperti guru, ulama, atau orang yang memiliki status sosial tinggi. Namun, jika nasihat yang sama datang dari seseorang yang kita anggap lebih rendah, lebih muda, atau bahkan dari seseorang yang pernah berselisih dengan kita, kita cenderung menolaknya. Padahal, kebaikan tetaplah kebaikan, dari siapa pun ia berasal. Jika kita benar-benar ingin mendapatkan manfaat, kita harus mampu membebaskan diri dari prasangka dan mendengar dengan hati yang terbuka.


Lantas, mengapa kita harus tetap berbuat baik meskipun terkadang kita menghadapi respons yang tidak menyenangkan? Jawabannya sederhana: karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dalam Al-Qur'an, Allah berulang kali menegaskan bahwa Dia mencintai mereka yang berbuat kebajikan dan menebarkan kebaikan di muka bumi. Kita berbuat baik bukan karena orang lain, kita berbuat baik dari kita untuk kita sendiri.

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ  

"Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri.."

Dalam perjalanan hidup, kita mungkin sering merasa kecewa karena kebaikan yang kita lakukan tidak selalu disambut dengan apresiasi, bahkan terkadang justru dibalas dengan perlakuan yang menyakitkan. Namun, kita harus ingat bahwa berbuat baik bukan tentang bagaimana orang lain merespons, melainkan tentang siapa diri kita dan apa nilai yang kita pegang. Kebaikan yang kita lakukan adalah cerminan dari siapa kita sebenarnya, bukan cerminan dari bagaimana orang lain memperlakukan kita.

"Kebaikan yang kita tanam mungkin tidak selalu langsung berbuah, tetapi suatu hari nanti, kita akan melihat hasilnya, baik di dunia maupun di akhirat."

Bahkan karena pentingnya berbuat baik, Rasulullah mengingatkan kita agar setiap kali kita terjatuh dalam kesalahan/ perbuatan buruk, kita harus senantiasa mengiringi perbuatan buruk tersebut dengan perbuatan yang baik.

Terlepas apa pun yang terjadi, teruslah berbuat baik. Jangan berhenti bagaimanapun tanggapan orang lain!