Sedih yang kita rasakan mungkin tidak lebih besar dari kebahagiaan yang sudah atau akan kita rasakan.
Anas Azhar Nasim, 20 Mei 2023 direvisi pada 24 Februari 2024.
Jika kita merasa sedih itu artinya ada kebahagiaan di dalam hidup kita. Sedih yang kita rasakan mungkin tidak lebih besar dari kebahagiaan yang sudah atau akan kita rasakan. Saya sudah sering merasa sedih, kesal, dan marah karena menerima suatu masalah. Tapi karena perasaan demikian bukan berarti menjadikan saya meninggalkan dan membiarkan masalah tersebut terus berlarut hingga membesar tanpa diberi sebuah solusi. Saya kira selama saya hidup masalah akan terus hadir silih berganti, karena masalah ini bagian dari tantangan yang akan kita lewati dalam hidup sebagai jalan untuk menjadikan diri kita yang lebih baik. Namun tentu saja tidak mudah untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang hadir silih berganti.
Setelah saya memahami dan menerima bahwa hidup yang sementara ini tidak akan pernah lepas dari permasalahan, maka yang perlu saya benahi adalah bagaimana saya bisa sukses menyelesaikan setiap masalah yang singgah, sikap seperti apa yang harus saya bangun agar hadirnya masalah tersebut justru menjadi sesuatu yang berperan dalam perbaikan diri. Beberapa masalah yang saya alami tentu saja tidak hanya pada satu aspek yang sama, ada yang berkaitan dengan emosi diri, pendidikan, sosial, keuangan, bahkan yang berkaitan dengan keimanan (maksudnya adalah naik turunnya semangat untuk beribadah). Pada satu momen saya pernah mengalami turunnya semangat dalam belajar, tepat saat itu juga tugas-tugas malah datang. Ketika ingin menabung uang, tapi tidak bisa mengontrol keinginan yang banyak. Ketika sedang tenangnya dengan kesendirian, eh malah salah jatuh cinta. Yang paling berat adalah ketika jatuh bangun dalam ketaatan.
Tentu saja hadirnya masalah tersebut bukan karena tidak ada alasan, namun tentu saja setiap masalah pasti ada solusinya. Masalah bisa hadir sebagai sebab dan akibat. Mungkin masalah hadir sebagai sebab dari kebahagiaan yang akan datang, tapi bisa jadi juga masalah hadir sebagai akibat dari kesalahan kita sebelumnya. Maka tentu saja dari hal ini saya harus mencari dan memperbaiki apa penyebab masalah tersebut.
Nas! (menegur diri sendiri), sumber masalah tidak selalu datang dari luar! Sebagian besar ada karena diri sendiri. Kita sepakat yak kalau masalah di dalam hidup itu tidak akan hilang? Sebaliknya akan tetap datang silih berganti, satu selesai yang lain akan kemudian datang. Bahagia itu bukan karena saya tidak punya masalah, tetapi bahagia itu ketika saya berhasil menyelesaikan masalah, terus dan terus. Merasa seakan-akan tidak mempunyai masalah, hanya membuat saya sengsara. Sama halnya ketika saya menganggap tidak mampu menyelesaikan masalah. Selesaikanlah masalah tersebut dengan baik, kamu punya tanggung jawab terhadapnya. Dan sebenarnya kamu sedang bertanggung jawab pada diri sendiri. Berlari dan menghindari masalah bukan sebuah solusi, melainkan hanya benih yang akan menambah masalah semakin besar.
Kerap kali saya memilih untuk meyakini bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah, bahkan ketika faktanya mampu. Lebih memilih untuk menyalahkan orang lain atas masalah atau menyalahkan situasi di luar diri. Seakan-akan merasa lebih baik, padahal hanya dalam waktu sementara, yang ada justru mengarahkan pada ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dari sini saya harus mulai belajar untuk tidak selalu menyalahkan orang lain atau situasi di luar diri atas segala masalah yang menimpa.
Saat ini dan seterusnya meski sedih, resah, lelah, dan marah atas masalah yang menimpa saya harus yakin mampu menyelesaikannya. Banyak hal yang bisa saya lakukan untuk menyelesaikannya, terutama adalah mengendalikan diri dengan baik. Suatu masalah terasa menyakitkan atau menguatkan adalah pilihan yang kita buat, dan kita memiliki tanggung jawab terhadapnya.
Satu pesan terakhir untuk saya pribadi “Masalah datang atas izin Allah, dan Allah juga yang paling mengetahui solusinya. Maka selesaikan masalah dengan cara Allah, bukan dengan cara² yang tidak di ridhai Allah”.